Salah Satu Pesantren di Garut Deklarasi Tolak Pernikahan Anak - Pembaca berita Info Terkini, kami menghadirkan kabar berjudul Salah Satu Pesantren di Garut Deklarasi Tolak Pernikahan Anak, kami telah mempersiapkan banyak berita dalam situs kami dari hasil bidikan reporter kami dilapangan maupun dari hasil referensi kantor berita online nasional maupun internasional
Artikel Nasional,
Artikel News, yang kami tulis kembali dengan sedikit penyempurnaan.
Topik berita berikut adalah : Salah Satu Pesantren di Garut Deklarasi Tolak Pernikahan Anak
Garut - 16 Pesantren di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengkampanyekan pencegahan pernikahan anak di bawah umur. Kegiatan tersebut diikuti ratusan santri.
Acara itu yang digagas Rahima, organisasi yang bergerak di bidang penguatan hak-hak perempuan dalam perspektif Islam itu digelar di GOR Balewangi, Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (10/05/18).
Selain ratusan santri dan pimpinan ponpes, acara itu juga dihadiri Duta Besar Kanada untuk Indonesia Peter MacArthur. Bersama Indonesia, Kanada sangat mendukung pemberantasan kejahatan gender dan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dalam kampanye tersebut, digelar beragam acara yang berkaitan dengan penolakan pernikahan anak yang masih di bawah umur.
"Ini puncak dari program kita. Rahima sejak Desember (2017) hingga April itu melakukan penguatan ke pesantren yang ada di Garut," ujar Anis Fuadah Penanggung Jawab Program Pencegahan Anak Rahima kepada detikcom di lokasi acara.
Dalam acara bertajuk 'Suara Santri, Cegah Pernikahan Anak' ini, para peserta yang diwakili perwakilan ponpes, tokoh masyarakat, serta Rahima juga membacakan deklarasi pencegahan pernikahan anak.
"Bahwa kita menolak pernikahan anak. Bukan tanpa alasan, itu banyak dampak negatifnya," katanya.
Berdasarkan data yang dikutip dari Unicef, sambung Anis, Indonesia menempati peringkat dua di Asia Tenggara sebagai penyumbang pernikahan anak tertinggi setelah Kamboja.
Setiap tahun, tak kurang dari 340 anak di bawah 18 tahun menikah di Indonesia. "Sekitar 375 anak yang menikah setiap hari," ucap Anis.
Rahima menilai pernikahan anak yang belum cukup umur banyak membawa dampak negatif. Tak hanya untuk pasangan, namun berdampak juga bagi anak-anaknya kelak.
"Contoh kasus ada yang menikah hanya menikahnya secara agama, tidak secara negara. Itu jadi masalah ketika enggak punya buku nikah. Dampaknya bukan hanya ke mereka, tapi anak-anaknya nanti enggak punya kartu keluarga dan lainnya," kata Anis.
Anis berharap, setelah acara kampanye ini, pernikahan usia dini terutama di daerah seperti Garut bisa diminimalisir.
foto dan berita detik.com.
Bagikan link berita untuk teman https://infot3rkini.blogspot.com/2018/05/salah-satu-pesantren-di-garut-deklarasi.html
Topik berita berikut adalah : Salah Satu Pesantren di Garut Deklarasi Tolak Pernikahan Anak
Garut - 16 Pesantren di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengkampanyekan pencegahan pernikahan anak di bawah umur. Kegiatan tersebut diikuti ratusan santri.
Acara itu yang digagas Rahima, organisasi yang bergerak di bidang penguatan hak-hak perempuan dalam perspektif Islam itu digelar di GOR Balewangi, Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (10/05/18).
Selain ratusan santri dan pimpinan ponpes, acara itu juga dihadiri Duta Besar Kanada untuk Indonesia Peter MacArthur. Bersama Indonesia, Kanada sangat mendukung pemberantasan kejahatan gender dan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dalam kampanye tersebut, digelar beragam acara yang berkaitan dengan penolakan pernikahan anak yang masih di bawah umur.
"Ini puncak dari program kita. Rahima sejak Desember (2017) hingga April itu melakukan penguatan ke pesantren yang ada di Garut," ujar Anis Fuadah Penanggung Jawab Program Pencegahan Anak Rahima kepada detikcom di lokasi acara.
Dalam acara bertajuk 'Suara Santri, Cegah Pernikahan Anak' ini, para peserta yang diwakili perwakilan ponpes, tokoh masyarakat, serta Rahima juga membacakan deklarasi pencegahan pernikahan anak.
"Bahwa kita menolak pernikahan anak. Bukan tanpa alasan, itu banyak dampak negatifnya," katanya.
Berdasarkan data yang dikutip dari Unicef, sambung Anis, Indonesia menempati peringkat dua di Asia Tenggara sebagai penyumbang pernikahan anak tertinggi setelah Kamboja.
Setiap tahun, tak kurang dari 340 anak di bawah 18 tahun menikah di Indonesia. "Sekitar 375 anak yang menikah setiap hari," ucap Anis.
Rahima menilai pernikahan anak yang belum cukup umur banyak membawa dampak negatif. Tak hanya untuk pasangan, namun berdampak juga bagi anak-anaknya kelak.
"Contoh kasus ada yang menikah hanya menikahnya secara agama, tidak secara negara. Itu jadi masalah ketika enggak punya buku nikah. Dampaknya bukan hanya ke mereka, tapi anak-anaknya nanti enggak punya kartu keluarga dan lainnya," kata Anis.
Anis berharap, setelah acara kampanye ini, pernikahan usia dini terutama di daerah seperti Garut bisa diminimalisir.
foto dan berita detik.com.
Sekian kabar Salah Satu Pesantren di Garut Deklarasi Tolak Pernikahan Anak dan dapatkan juga banyak kabar menarik paling hangat, top, dan paling baru.
Bagikan link berita untuk teman https://infot3rkini.blogspot.com/2018/05/salah-satu-pesantren-di-garut-deklarasi.html